Selasa, 20 November 2012

Aturan outsourcing masih diabaikan


Ilustrasi/Ist
Ilustrasi/Ist
- Kalangan pengusaha masih belum mau menerapkan Peraturan Menteri (Permen) Tenaga Kerja dan Transmigrasi No 19/2012 mengenai Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Perusahaan Lain.

Regulasi yang mengatur mengenai pembatasan alih daya (outsourcing) dan penetapan kerja borongan ini dinilai menyulitkan dunia usaha. Ketua Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (Abadi) Wisnu Wibowo mengatakan, pihaknya akan menempuh langkah hukum dengan menguji aturan itu di Mahkamah Agung (MA).

“Kami akan uji materi lagi. Bukan di MK, namun di MA karena ini masih terkait peraturan menteri,” ujarnya di Jakarta kemarin. 

Permen No 19/2012 mengatur dua hal utama,yakni pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa pekerja/buruh yang selama ini akrab disebut outsourcing. Penyediaan jasa pekerja, seperti yang diberitakan sebelumnya, ditetapkan batasan usaha penunjang meliputi usaha pelayanan kebersihan, makanan, tenaga pengamanan, pertambangan dan migas, serta usaha penyediaan angkutan bagi pekerja.

Sementara, sistem pemborongan pekerjaan mewajibkan kepada setiap perusahaan penerima pemborongan harus memenuhi persyaratan di an-taranya berbentuk badan hukum, memiliki tanda daftar perusahaan, memiliki izin usaha,dan memiliki bukti wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaan. 

Selain itu perusahaan penerima pemborongan juga diwajibkan melapor kepada instansi ketenagakerjaan jika ada perubahan alur kerja di luar kegiatan utama (core business) perusahaan pemberi pekerjaan.

Wisnu menegaskan, selain lima bidang yang dibolehkan untuk alih daya, masih banyak bidang lain yang memanfaatkan alih daya,antara lain industri perbankan.

Intinya, jasa alih daya selama ini turut menopang industri menengah maupun besar di Indonesia. Selain itu, aturan tersebut juga rancu lantaran mengatur tentang sistem kerja pemborongan. 

“Karena itu, selain pembatasan alih daya, kami juga ingin menguji sistem kerja pemborongan. Karena, jika kewenangan sistem pemborongan juga ditetapkan dengan sistem birokrasi, bisa berpotensi pungutan liar,” tuturnya.

Wisnu mengatakan, jika sebelumnya sistem borongan hanya perlu diketahui oleh pemerintah daerah setempat, kini aturannya mengharuskan untuk didaftarkan melalui dinas tenaga kerja.Secara umum, proses menjadi semakin panjang di mana harus ada izin baru, alur kerja yang harus didaftarkan, dan lain sebagainya.

Dia menambahkan, kompetensi birokrasi untuk mengatur masalah pemborongan ini juga masih kurang. “Seharusnya tidak perlu harus melaporkan jika ada perubahan kerja dari buruh bersangkutan. Ini berat bagi kami,” cetusnya.

Dia juga mengingatkan bahwa pembatasan akan memberatkan pengusaha, lantaran industri besar selama ini banyak memanfaatkan jasa alih daya. Menurut Abadi, saat ini industri berskala besar maupun menengah yang memanfaatkan jasa alih daya berjumlah sekitar 6.000 usaha dengan jumlah pekerja mencapai lebih dari 3 juta orang. 

Menanggapi protes pengusaha, Menteri Tenaga Kerja dan transmigrasi Muhaimin Iskandar mengatakan, perdebatan antara pemerintah dan kalangan pengusaha telah berlangsung selama tiga tahun.

“Kami sudah melakukan berbagai kajian dan simulasi. Saya kira, ada baiknya peraturan ini dibaca dulu, baru pengusaha bersikap,” tandasnya. 

0 komentar:

Posting Komentar